Minggu, 06 Januari 2019

Tugas VIII PSDA : INFRASTRUKTUR KEAIRAN


Bangunan pengaturan sungai
Tanggul
Tanggul adalah salah satu bangunan di sepanjang sungai yang betujuan dalam usaha melindungi kehidupan dan harta benda masyarakat yang disebabkan oleh meluapnya air dari alur sungai

Jenis-jenis tanggul:
Tanggul utama: bangunan tanggul disepanjang kanan-kiri sungai guna menampung debit banjir rencana.
Tanggul sekunder: tanggul yang dibangun sejajar tanggung utama
Tanggu terbuka: tanggul yang dibangun secara tidak menerus (terputus-putus)
Tanggul pemisah: dibangun antara dua sungai yang berdekatan, agar aliran tidak saling mengganggu.
Tanggul melingkar: tanggul yang dibangun untuk melindungi areal yang tidak terlalu luas secara melingkar
Tanggul sirip: tanggul dibangun untuk melindungi areal pertanian pada daerah bantaran, bisa sebagai penghambat kecepatan arus.
Tanggul pengarah: tanggul pengarah arus


Gambarcontoh konstruksi tanggul

Perkuatan lereng
Perkuatan lereng (revetment) adalah bangunan yang ditempatkan pada permukaan suatu lereng guna melindungi suatu tebing alur sungai atau permukaan lereng tanggul dan secara keseluruhan berperan meningkatkan stabilitas alur sungai atau tubuh tanggul yang dilindunginya.



Gambar: Pondasi perkuatan lereng Gambar: Perkuatan lereng dengan turap pancang baja


Gambar: Perkuatan lereng sementara

Konsolidasi pondasi
Konsolidasi pondasi (foundation consolidation) adalah suatu bangunan yang ditempatkan didepan bagian atas pondasi atau yang berupa pelindung kaki perkuatan lereng, agar dapat mengurangi kecepatan arus air di depan perkuatan lereng.
 

Gambar: Hamparan lindung batu Gambar: Konsolidasi pondasi dari blok beton


Gambar: Konsolidasi pondasi dengan blok beton pra cetak

Krib
Krib adalah bangunan yang dibuat mulai dari tebing sungai ke arah tengah guna mengatur arus sungai dan tujuan utamanya adalah:
Mengatur arah arus sungai
Mengurangi kecepatan arus sungai sepanjang tebing sungai, mempercepat sedimentasi dan menjamin keamanan tanggul atau tebing sungai terhadap gerusan.
Mempertahankan lebar dan kedalaman air pada alur sungai
Mengkonsentrasikan arus sungai dan memudahka penyadapan.

 Gambar: Krib blok beton pra cetak
Ambang
Ambang atau drempel (ground sill) adalah bangunan yang meyilang sungai untuk menjaga agar dasar sungai tidak turun terlalu berkelibihan.

Tipe ambang:
Ambang datar (bed gindle work): terjunan (elevasi mercu) rendah dan berfungsi untuk menjaga agar permukaan dasar sungai tidak turun lagi.
Ambang pelimpah: mempunyai terjunan yang tinggi dan fungsinya untuk lebih melandaikan kemiringan dasar sungai.



Gambar: Ambang
































Bangunan pengendali sedimen
Sabo dam
Sabo dam adalah bangunan pencegah alur sungai dari gejala erosi dan turunnya permukaan dasar sungai akibat kemiringan dasar sungai yang curam. Atau biasa disebut sebagai bangunan pengatur yang terbuat dari konstruksi beton, pasangan batu atau bronjong kawat.

     

Gambar: Sabo dam penahan rusak akibat banjir lahar atau lumpur

Bendung pengendali banjir lahar
Bangunan pencegah sedimen luruh (debris) yang terjadi di daerah pegunungan akibat luapan lahar dari meletusnya gunung berapi. Bangunan ini terdiri dari bendung penahan (bendung utama), kantong-kantong lahar, sub dam, dan lantai lindung.



Gambar: Bendung pengatur alur membentuk trap
Kantong lahar
Bangunan penampung sedimentasi (lahar) untuk selama mungkin atau untuk sementara pada ruangan-ruangan yang dibangun khusus.
 
Gambar: Kantong lahar.





























Bangunan persungaian utama
Bendung
Bendung adalah bangunan yang melintang sungai guna mengatur aliran sungai, meninggikan muka air dan memanfaatkannya guna keperluaan air baku dan pengendalian banjir.
Klasifikasi berdasarkan fungsi:
Bendung pembagi banjir: bangunan untuk mengatur muka air, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit rendah sesuai dengan kapasitas yang telah ditetapkan.
Bendung penahan air pasang: dibangun untuk mencegah masuknya air asin dan untuk menjamin agar aliran sungai senantiasa dalam keadaan normal.
Bendung penyadap: dibangun untuk mengatur muka air dan meyadap airnya untuk keperluan air baku.

Klasisfikasi berdasarkan tipe konstruksi:
Bendung tetap: bendung yang tidak dapat mengatur tinggi dan debit air sungai (mercu tetap)
Bendung gerak: bendung digunakan untuk mengatur tinggi dan debit air sungai dengan pembukaan pintu-pintu yang terdapat pada bendung tersebut.
Bendung kombinasi: bendung yang berfungsi ganda sebagai bendung gerak dan bendung gerak.


Gambar :  Bendung tetap

Gambar :  Bendung lengkung.

Bendungan
Bendungan adalah bangunan yang dibuat melintang sungai sebagai sarana untuk mengendalikan banjir, melestarikan tanah dan sumber-sumber air serta pengendalian erosi.
Manfaatkan yang diharapkan dari bendungan adalah:
Tempat penampung air untuk persediaan dimusim kemarau dan pada waktu musim hujan dapat mengurangi debit banjir di hilir bendungan.
Tempat pengendapan lumpur dan pasir (sedimen) yang terbawa air sebagai hasil erosi di daerah pengaliran sungai di hulu bendungan.
Sebagian air di waduk ini akan keresap ke dalam tanah dan sekitarnya sehingga memperbesar cadangan air tanah dan memperbesar ketersediaan air pada musim kemarau.
Air waduk dimanfaatkan untuk keperluan irigasi, air baku, perikanan, PLTA, dan tempat rekreasi.

    
Gambar: Bendungan tipe urugan dan beton

Pintu air
Pintu air (gate, sluice) dibangun memotong tanggul sungai berfungsi sebagai pengatur aliran untuk pembuang (drainase), penyadap dan pengaur lalu lintas air. Konstruksi pintu terbagi 2 (dua) yaitu dalam bentuk pintu saluran terbuka (gate) dan pintu saluran tertutup/terowongan (sluice).

Gambar: Konstruksi dan bagian utama pintu tipe saluran dan terowongan.

Stasiun pompa
Bangunan yang difungsikan untuk memompa air dari daerah yang lebih rendah dan memindahkannya ke daerah yang lebih tinggi, agar genangan akibat banjir dari sungai tidak terlalu lama. Atau menaikan air dari dari alur sungai yang dalam untuk berbagai keperluan di dataran kanan-kiri sungai tersebut.


Gambar: Stasiun pompa drainase

Bangunan penerus dan laluan ikan (fish way)
Bangunan penerus digunakan untuk mengatasi kemiringan dan perbedaan elevasi yang cukup besar sehingga diharapkan permukaan air bisa diatur dengan elevasi yang relatif datar. Bentuk bangunannya merupakan bendung gerak yang berpintu ganda.
Laluan ikan dibuat untuk memberikan kesempatan kepada ikan agar bisa menuju ke daerah udik akibat adaya bangunan bendung atau pintu air.
 

Gambar: Bangunan penerus Gambar: Laluan ikan






TEKNIS REHABILITASI BANGUNAN KEAIRAN
1. JENIS BANGUNAN
Bangunan sipil umumnya dapat dikelompokkan dalam bangungan gedung dan infrastruktur, bangunan jalan dan drainasi, serta bangunan keairan atau pengairan. Bangunan pengairan minimal dapat dipisahkan dalam 3 kategori yaitu:
1. Bangunan pemanfaatan
Berupa bangunan-bangunan air yang menjadi sarana penggunaan air misalkan bangunan bendung, bendungan, bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan prasarana pompa, bangunan pembangkit tenaga, bangunan navigasi dan lain-lain.
2. Bangunan konservasi
Termasuk didalamnya jenis bangunan yang fungsinya mempertahankan/ melindungi eksistensi potensi air misalkan bangunan dam penahan sedimen, bangunan pelindung dasar sungai, bangunan krib, pelimpah, pintu pembagi banjir, tanggul banjir, bangunan retensi.
3. Bangunan fasilitas
Adalah jenis bangunan yang melengkapi sistem jaringan agar dapat berfungsi optimal misalkan jembatan, talang, siphon, gorong-gorong.
Bangunan irigasi termasuk bangunan pemanfaatan yang dapat pula dikelompokkan bangungan pengairan. Disamping bangungan irigasi, yang termasuk dalam bangunan pengairan antara lain:
- bangunan sungai
- bangunan pengatur sedimen (sabo)
- bangunan pengaman pantai dan sebagainya.
Macam/jenis bangunan pengairan antara lain sebagai berikut:
1. Bangunan irigasi
· Bangunan bendung
· Bangunan pengatur tinggi muka air
· Pelimpah
· Bagi
· Sadap
· Corongan
· Terjun
· Terjun miring
· Gorong-rorong
· Jembatan
· Bangunan silang pembuang
· Ttalang
· Got miring
· Tangga cuci
· Tempat mandi hewan
· Pemasukan
· Penguras
· Plat pelayanan
2. Bangunan sungai
· Jembatan
· Pemasukan
· Pintu bagi
· Tanggul
· Dinding penahan/parapet
3. Bangunan pengatur sedimen
· Chek dam
· Sabo dam
· Slit dam
4. pengaman pantai
· Jetty
· Krib sejajar pantai, dsb.
2. SISTEM JARINGAN BANGUNAN KEAIRAN
Yang termasuk dalam jaringan bangunan keairan antara lain adalah saluran, bangunan, areal irigasi beserta bangunan fasilitas lainnya. Pengelolaan bangunan pengairan tidak dapat dilaksanakan per satuan ruas tertentu namun harus satu kesatuan sistem. Istilah yang digunakan dalam pengelolaan bangunan pengairan adalah one river  one plan  one management demikian juga dalam konteks pengelolaan bangunan irigasi. Pengelolaan yang terintegrasi, holistik dan berkesinambungan akan memberikan nilai positif bukan hanya dalam skala ruang (ruas - per ruas) namun juga dalam skala waktu. Pelaksanaan otonomi daerah perlu mencermati pelaksanaan pengelolaan jaringan irigasi yang lintas kabupaten (yang dilaksananakan oleh Propinsi) dengan penekanan bahwa kabupaten di bagian hulu juga merupakan satu kesatuan sistem dengan wilayah irigasi kabupaten di bagian hilir.





3. TAHAPAN PEMBANGUNAN
Tahapan pengelolaan bangunan irigasi, drainasi atau bangunan sipil pada umumnya dapat disederhanakan sebagai berikut:
· Studi Kelayakan
· Survai  Investigasi dan Desain
· Pembebasan Tanah (jika ada)
· Pelaksanaan Konstruksi
· Operasi dan Pemeliharaan
· Monitoring
· Evaluasi
Tahapan kegiatan ini akan berulang sebagaimana siklus, jika pada saat pelaksanaan evaluasi memutuskan untuk mengadakan perbaikan/rehabilitasi.
Dinas PU di Propinsi Jawa Tengah dalam melaksanakan tahapan kegiatan tersebut diatas telah menciptakan mekanisme sistem kontrol dan penjaminan mutu (quality insurance), dengan demikian kinerja bangunan sudah dirancang sedemikian sempurna sejak tahapan kegiatan paling awal. Konsekuensinya sistem pemeriksaan seharusnya dilakukan sejak tahapan awal dari mulai dari Survai Investigasi Desain dan tidak dapat ditentukan tanpa melihat prosesnya.
4. KINERJA BANGUNAN KEAIRAN
Keberfungsian bangunan
Bangunan keairan adalah sistem yang terintegrasi dalam satu kesatuan yang sinergi. Berbeda dengan bangunan sipil lainnya, bangunan irigasi jarang bisa berfungsi sebagai single structure, biasanya bangunan irigasi berfungsi sesuai dengan rencana jika sistem yang terkait dengan bangunan tersebut juga berfungsi normal. Lebih lanjut untuk mengadakan pemeriksaan bangunan irigasi dalam konteks satu sitem maka perlu dilakukan peninjauan ke seluruh jaringan.
Pemeriksaan keberfungsian bangunan irigasi dapat dilaksanakan satu-persatu atau kasus-perkasus namun dalam konteks sistem jaringan akan lebih tepat pemeriksaan/evaluasinya jika dilaksanakan untuk keseluruhan sistem. Untuk memudahkan pemeriksaan bangunan irigasi akan dilakukan dalam dua tahapan yaitu:
· pemeriksaan terhadap fungsi bangunan
· pemeriksaan terhadap struktur bangunan
Pemeriksaan terhadap fungsi bangunan secara sederhana adalah untuk menjawab pertanyaan apakah bangunan dapat berfungsi sebagaimana yang direncanakan? Sedang pemeriksaan terhadap struktur bangunan lebih mengarah kepada apakah kualitas konstruksi sesuai dengan spesifikasi teknis yang disyaratkan ? Dua paradigma pemeriksaan bangunan akan dikenalkan untuk memudahkan evaluasi dan membuat keputusan apakan bangunan sudah layak untuk dioperasikan? (pengertian feasible ditinjau berdasarkan kriteria teknis, ekonomi dan sosial)
Secara sederhana pemeriksaan bangunan irigasi secara fungsi dapat dikelompokkan dalam 4 kategori (reff. pekerjaan inventarisasi jaringan irigasi Bank Dunia oleh Konsultan JICA, 2002), yaitu sebagai berikut:
· Bangunan berfungsi dengan baik
· Bangunan masih dapat berfungsi dengan kendala
· Bangunan tidak dapat berfungsi dengan baik
· Bangunan sama sekali tidak dapat berfungsi
Dalam kondisi tertentu bangunan irigasi secara konstruksi/struktur keadaannya baik, namun tidak dapat berfungsi sesuai dengan rencana. Untuk mengatasi keadaan ini maka perlu review penataan sistem jaringan bila tidak memungkinkan maka bangunan akan sepenuhnya diperbaharui.
Kualitas bangunan
Kondisi fisik bangunan irigasi dapat berubah oleh karena berbagai sebab antara lain faktor internal misalkan karena keterbatasan kemampuan bangunan itu sendiri dan sebab dari luar misalkan erosi, cuaca, beban berlebihan, gaya external yang tak direncanakan. Kondisi diartikan sebagai gambaran utuh mengenai kondisi bangunan baik dilaksanakan secara visual maupun dideteksi di laboratorium bangunan. Sampai saat ini tidak ada pedoman yang baku mengenai tatacara penentuan kondisi fisik yang mengarah kepada kualitas bangunan, namun demikian secara umum hasil studi Monenco (1984) memberikan acuan penilaian kondisi fisik bangunan sebagai berikut:
No
Kondisi fisik
Penilaian kondisi fisik

1
2
3
4
5
Baik
Cukup
Rusak ringan
Rusak sedang
Rusak berat
86  100 %
66  85,9 %
45  65,9 %
26  45,9 %
0  25,9 %

Penilaian kondisi fisik ini ditentukan dengan suatu kriteria teknis. Kriteria penilaian kondisi fisik untuk masing-masing bangunan dijabarkan secara khusus/berbeda untuk masing-masing jenis bangunan yang akan secara detail dilaksanakan oleh ahli bangunan. Secara umum kriteria besarnya angka prosentase penilaian didasarkan kepada beberapa hal yaitu:
· Besarnya biaya untuk mereparasi/merehabilitasi
· Akibat/konsekuensi dari kerusakan/penurunan kondisi bangunan
· Jangka waktu pelaksanaan
· Metode atau tingkat kesulitan pelaksanaan
· Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan, dan sebagainya.
5. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT
Penilaian kondisi jaringan (bangunan/saluran) keairan hanyalah salah satu tahapan dalam pengelolaan sistem irigasi. Hasil penilaian ini perlu segera diikuti dengan kegiatan tindak lanjut terlepas dari besaran/tingkat kondisi bangunan. Berikut ini disajikan informasi langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan berdasar hasil evaluasi kondisi. Jika bangunan sudah pernah berfungsi dengan baik maka konteks pengembalian fungsi dan kondisi bangunan dimudahkan dengan cakupan kegiatan pemeliharaan (maintenance)dan bukan pembangunan kembali (re-build). Bentuk kegiatan pemeliharaan dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu:
Pemelihaaraan sungai secara teknis dapat dikelompokkan dalam 3 tingkatan:
1. Pemeliharaan preventip
- Pemeliharaan rutin
- Pemeliharaan berkala
- Reparasi
2. Pemelihaaraan korektip
- Pemeliharaan khusus
- Rehabilitasi
- Rektifikasi
3. Pemeliharaan darurat
Penjelasan msing-masing kegiatan secara singkat adalah sebagai berikut:
1. Pemeliharaan Preventip
Pemeliharaan preventip, yaitu kegiatan yang dimaksudkan untuk melestarikan fungsi saluran maupun bangunan secara optimal.
Kriteria umum dari pemeliharaan preventip adalah:
a. Dilakukan terhadap bangunan yang kondisinya sudah mantap
b. Pemeliharaan perlu dilakukan secara terus menerus atau kontinyu
c. Terdiri dari pekerjaan pemeliharaan yang sederhana sehingga tidak memerlukan kelengkapan perhitungan disain maupun tim konsultan perencana.
d. Tidak dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan fungsi bangunan
Agar tingkat layanan suatu bangunan dapat dipertahankan, maka pemeliharaan preventip ini perlu dilaksanakan secara tertib dan terprogram dari waktu ke waktu tanpa menunggu gejala penurunan kondisi dan kestabilan struktur bangunan yang menyolok. Dengan demikian segala kebutuhan yang diperlukan untuk melaksanakannya dapat diprogramkan secara pasti.
Jenis kegiatan pemeliharaan preventip berupa:
a. Pemeliharaan rutin, yaitu keseluruhan pekerjaan yang dilakukan berulang ulang setiap tahun diatur berdasarkan jadwal misalnya:
- Membersihkan kotoran, semak dan tanaman liar yang menempel pada bangunan
- Memelihara gebalan rumput pada permukaan lereng tanggul
- Membuang sampah dan sangkrah yang mengganggu kelancaran pengoperasian bangunan.
b. Pemeliharaan berkala, yaitu Kegiatan yang dijadwalkan berlangsung dari waktu ke waktu dan berjaian menurut interval waktu terputus-putus dengan tujuan melestarikan memelihara fungsi dan sarana-sarana yang tersedia, misalnya :
- pengecetan pintu bangunan
- servise besar pada instalasi pompa banjir
- overhaul kendaraan dan alat berat
c. Reparasi atau perbaikan kecil
Kegiatan berskala kecil yang dibutuhkan untuk memperbaiki bangunan agar kondisinya sesuai dengan kapasitas rencana yang disebabkan oleh kerusakan kecil, misalnya:
- Memperbaiki tanggul yang amblas atau permukaannya rusak
- Perbaikan pada bagian konstruksi pasangan batu yang lepas,
- Reparasi pintu angkat yang macet
- Memperbaiki jalan inspeksi
- Perbaikan AWLR atau staff gauge
2. Pemeliharaan Korektip
Pemeliharaan korektip yaitu lebih mendasar dikerjakan untuk mendapatkan bangunan seperti kondisi waktu dibangun.
Kriteria umum dari pemeliharaan korektip adalah:
a. Dilakukan pada bangunan sungai yang kondisi strukturnya mengalamikerusakan berat sehingga nilai kinerjanya kurang dari 70%.
b. Dilakukan apabila pemeliharaan rutin dipandang sudah tidak efisien lagi
c. Bertujuan mengembalikan dan menyempurnakan fungsi bangunan pada tingkat kemampuan layanan semula (tidak melampaui kemampuan layanan Rencana).
d. Kebutuhan pemeliharaannya didasarkan pada perhitungan perencanaan struktur dan analisa biaya secara khusus (tidak dapat distandardkan).
Pemeliharaan korektip dapat dibagi kedalam 3 bagian yaitu:
a. Pemeliharaan khusus, yaitu pekerjaan perbaikan berat yang perlu dilakukan setelah nilai kinerja suatu bangunan atau bagian bangunan sudah berada dibawah 70% dari Rencana sehingga pekerjaan pemelihaaraan preventip sudah tidak efisien lagi.
b. Rehabilitasi, yaitu pekerjaan perbaikan kerusakan bangunan dalam rangka mengembalikan fungsi bangunan yang nilai kinerjanya kurang dari 50%, menuju kepada kondisi semula tanpa merubah sistem dan tingkat layanan bangunan.
c. Rektifikasi, adalah pekerjaan pembetulan/koreksi atau penyempurnaan dalam skala terbatas guna menyempurnakan fungsi dan nilai kinerja suatu bangunan atau sistem jaringan.
Yang termasuk dalam kategori rektifikasi, misalnya: menambah bangunan baru atau mengubah panjang saluran dalam rangka antisipasi erosi/longsoran.
Rektifikasi ini diperlukan mengingat banyaknya fenomena alam yang sampai kini belum terpecahkan model matematisnya, sehingga pada waktu merencanakannya banyak dilakukan asumsi yang belum tentu tepat.
3. Pemeliharaan Darurat
Pemeliharaan darurat adalah pemeliharaan yang perlu dikerjakan pada waktu yang sangat mendesak dengan kualitas pekerjaan yang benarbenar darurat.
Kriteria umum pekerjaan pemeliharaan darurat adalah :
a. Dilaksanakan pada bagianbagian bangunan sungai yang mengalami perubahan atau gangguan yang bersifat mendadak
b. Dilaksanakan pada kondisi darurat (bencana banjir, tanah longsor,dll).
c. Mutu hasil kerjanya bersifat darurat dan tidak perlu didukung dengan analisis perencaanaan yang mendetail
Pekerjaan pemeliharaan darurat tidak dapat diprogramkan sesuai keperluan, karena terjadinya kerusakan bangunan sungai bersifat mendadak dan gejalanya tidak diketahui sebelumnya, misalnya pada saat banjir, tanah longsor atau bencana lainnya.
6. PENGAWASAN PEMBANGUNAN
Manajemen atau pengelolaan bangungan keairan pada saat ini hanya dipusatkan pada kegiatan Operasional, Pemeliharaan, Optimalisasi dan Rehabilitasi. Salah satu kelompok penganganan yang membutuhkan kecermatan dan konsekuensi biaya yang cukup besar adalah Pemeliharaan dan Rehabilitasi.
Salah satu cara untuk melaksanakan pengawasan pada tahap pelaksanaan konstruksi dapat dimudahkan dengan menggunakan perangkat Rencana Mutu Kontrak Pekerjaan, sedang dokumen pendukung yang diperlukan meliputi :
Buku Kontrak Pekerjaan
Gambar Pelaksanaan (Shop drawings)
Buku Spesifikasi Teknis Umum dan Spesifikasi Teknis Khusus
Laporan Mutual Cek.
Prosedur Pengawasan dapat dilakukan pada tiga tenggang waktu yaitu pada saat awal pelaksanaan (MC 0), masa pertengahan (MC 50) dan pada saat akhir masa kontrak (MC 100).

Tugas VII PSDA : PENGENDALI BANJIR DAN KEKERINGAN


BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN

Usaha untuk memperlambat proses sedimentasi adalah dengan mengadakan pekerjaan teknik sipil untuk mengendalikan gerakannya menuju bagian sungai di sebelah hilir. Pekerjaan teknik sipil tersebut berupa pembangunan bendung penahan (check dam), kantong lahar, bendung pengatur (sabo dam), bendung konsolidasi serta pekerjaan normalisasi alur sungai dan pengendalian erosi di lereng-lereng pegunungan.

1. Bendung Penahan (check dam)

Bendung-bendung penahan dibangun di sebelah hulu yang berfungsi memperlambat gerakan dan berangsur-angsur mengurangi volume banjir lahar. Untuk menghadapi gaya-gaya yang terdapat pada banjir lahar maka diperlukan bendung penahan yang cukup kuat. Selain itu untuk menampung benturan batu-batu besar, maka mercu dan sayap bendung harus dibuat dari beton atau pasangan yang cukup tebal dan dianjurkan sama dengan diameter maksimum batu-batu yang diperkirakan akan melintasi. Sangat sering runtuhnya bendung penahan disebabkan adanya kelemahan pada sambungan konstruksinya, oleh sebab ini sambungan-sambungan harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
Walaupun terdapat sedikit perbedaan perilaku gerakan sedimen, tetapi metode pembuatan desain untuk pengendaliannya hampir sama, kecuali perbedaan pada konstruksi sayap mercu serta ukuran pelimpah dan bahan tubuh bendung. Untuk bendung pengendali gerakan sedimen secara fluvial yang bahannya berbutir halus, mercunya dapat dibuat lebih tipis. Bahan untuk tubuh beton selain beton dan pasangan batu dapat juga dari kayu, bronjong kawat, atau tumpukan batu. Sedangkan untuk bendung penahan gerakan massa biasanya digunakan beton dan pasangan batu. Tipe bendung yang dipakai adalah tipe gravitasi yang lebih rendah dari 15 m.

2. Bendung Pengatur (sabo dam)

Di samping dapat pula menahan sebagian gerakan sedimen, fungsi utama bendung pengatur adalah untuk mengatur jumlah sedimen yang bergerak secara fluvial dalam kepekatan yang tinggi, sehingga jumlah sedimen yang meluap ke hilir tidak berlebihan. Dengan demikian besarnya sedimen yang masuk akan seimbang dengan kemampuan daya angkut aliran air sungainya, sehingga sedimentasi pada daerah kipas pengendapan dapat dihindarkan.

Pada sungai-sungai yang diperkirakan tidak akan terjadi banjir lahar, tetapi banyak menghanyutkan sedimen dalam bentuk gerakan fluvial, maka bendung-bendung pengatur dibangun berderet-deret di sebelah hulu daerah kipas pengendapan. Untuk sungai-sungai yang berpotensi banjir lahar, maka bendung-bendung ini dibangun di antara lokasi sistem pengendalian lahar dan daerah kipas pengendapan.

Jika tanah pondasi terdiri dari batuan yang lunak, maka gerusan tersebut dapat dicegah dengan pembuatan bendung anakan (sub dam). Kadang-kadang sebuah bendung memerlukan beberapa buah sub-dam, sehingga dapat dicapai kelandaian yang stabil pada dasar alur sungai di hilirnya. Stabilitas dasar alur sungai tersebut dapat diketahui dari ukuran butiran sedimen, debit sungai dan daya angkut sedimen, kemudian barulah jumlah sub-dam dapat ditetapkan. Selanjutnya harus pula diketahui kedalaman gerusan di saat terjadi banjir besar dan menetapkan jumlah sub-dam yang diperlukan, agar dapat dihindarkan terjadinya keruntuhan bendung-bendung secara beruntun.

Penentuan tempat kedudukan bendung, biasanya didasarkan pada tujuan pembangunannya sebagaimana tertera di bawah ini:

-    Untuk tujuan pencegahan terjadinya sedimentasi yang mendadak dengan jurnlah yang sangat besar yang dapat timbul akibat terjadinya tanah longsor, sedimen luruh, banjir lahar dan lain-lain maka tempat kedudukan bendung haruslah diusahakan pada lokasi di sebelah hilir dari daerah sumber sedimen yang labil tersebut, yaitu pada alur sungai yang dalam, agar dasar sungai naik dengan adanya bendung tersebut
-    Untuk tujuan pencegahan terjadinya penurunan dasar sungai, tempat kedudukan bendung haruslah sebelah hilir dari diusahakan penempatannya di ruas sungai tersebut. Apabila ruas sungai tersebut cukup panjang, maka diperlukan beberapa buah bendung yang dibangun secara berurutan membentuk terap-terap sedemikian, sehingga pondasi bendung yang lebih hulu dapat tertimbun oleh tumpukan sedimen yang tertahan oleh bendung di hilirnya.

-    Untuk tujuan memperoleh kapasitas tampung yang besar, maka tempat kedudukan bendung supaya diusahakan pada lokasi di sebelah hilir ruas sungai yang lebar sehingga dapat terbentuk semacam kantong. Kadang-kadang bendung ditempatkan pada sungai utama di sebelah hilir muara anak-anak sungai yang biasanya berupa sungai arus deras (torrent) dapat berfungsi sebagai bendung untuk penahan sedimen baik dari sungai utama maupun         dari anak-anak sungainya.

3. Bendung Konsolidasi

Peningkatan agradasi dasar sungai di daerah kipas pengendapan dapat dikendalikan dan dengan demikian alur sungai di daerah ini tidak mudah berpindah-pindah. Guna lebih memantapkan serta mencegah terjadinya degradasi alur sungai di daerah kipas pengendapan ini, maka dibangun bendung-bendung konsolidasi (consolidation dam). Jadi bendung konsolidasi tidak berfungsi untuk menahan atau menampung sedimen yang berlebihan.
Apabila elevasi dasar sungai telah dimanfaatkan oleh adanya bendung-bendung konsolidasi, maka degradasi dasar sungai yang diakibatkan oleh gerusan dapat dicegah. Dengan demikian dapat dicegah pula keruntuhan bangunan perkuatan lereng yang ada pada bagian sungai tersebut. Selanjutnya bendung-bendung konsolidasi dapat pula mengekang pergeseran alur sungai dan dapat mencegah terjadinya gosong pasir.

Tempat kedudukan bendung konsolidasi ditentukan berdasarkan tujuan pembuatannya dengan persyaratan sebagai berikut:
-    Untuk tujuan pencegahan degradasi dasar sungai, bendung-bendung konsolidasi ditempatkan pada ruas sungai yang dasarnya selalu menurun. Jarak antara masing-masing bendung didasarkan pertimbangan kemiringan sungai yang stabil.

-    Apabila terdapat anak sungai, mesti dipertimbangkan penempatan bendung-bendung konsolidasi pada lokasi yang terletak di sebelah hilir muara anak sungai tersebut.

-    Untuk tujuan pencegahan gerusan pada lapisan tanah pondasi suatu bangunan sungai, bendung-bendung konsolidasi ditempatkan di sebelah hilir bangunan tersebut.

-    Untuk menghindarkan tergerus dan jebolnya tanggul pada sungai-sungai arus deras serta mencegah keruntuhan lereng dan tanah longsor, bendung-bendung konsolidasi ditempatkan langsung pada kaki-kaki tanggul, kaki lereng dan kaki tebing bukit yang akan diamankan.

-    Apabila pembangunan sederetan bendung-bendung konsolidasi dikombinasikan dengan perkuatan tebing, jarak antara masing-masing bendung yang berdekatan supaya diarnbil 1,5 – 2,0 kali lebar sungai

4. Kantong Lahar

Bahan-bahan endapan hasil letusan gunung berapi atau hasil pelapukan batuan lapisan atas permukaan tanah yang oleh pengaruh air hujan bergerak turun dari lereng-lereng gunung berapi atau pegunungan memasuki bagian hulu alur sungai arus deras. Oleh aliran air sungai arus deras ini bahan-bahan endapan ini bergerak turun baik secara massa maupun secara fluvial dengan konsentrasi yang tinggi memasuki bagian sungai di sebelah hilirnya.

Suplai sedimen yang berlebihan akan menimbulkan penyempitan penampang sungai dan kapasitas alirannya akan mengecil. Di waktu banjir, maka aliran banjir yang melalui ruas-ruas yang sempit akan meluap dan menyebabkan terjadinya banjir yang merugikan.

Salah satu usaha yang dilaksanakan dalam rangka mengurangi suplai sedimen ini adalah menampungnya baik untuk selama mungkin atau untuk sementara pada ruangan-ruangan yang dibangun khusus yang disebut kantong lahar. Dalam rangka pengendalian banjir lahar, kantong lahar ini merupakan salah satu komponen sistem pengendalian banjir lahar. Di saat terjadinya banjir lahar, bahan-bahan yang berukuran besar diharapkan dapat tertahan pada deretan bendung penahan, sedangkan kantong-kantong lahar diharapkan dapat berfungsi menahan dan menampung bahan-bahan berbutir lebih halus (pasir dan kerikil), Dengan demikian suplai sedimen ke bagian hilirnya akan dapat dikurangi, hingga pada tingkat yang seimbang dengan kemampuan daya angkut aliran sungai sampai muaranya.

Selanjutnya pada daerah gunung berapi yang masih aktif, suplai sedimen akan berlangsung secara terus-menerus tanpa berakhir. Dalam keadaan demikian deretan bendung-bendung penahan dan bendung-bendung pengatur tidak akan mampu menampung suplai sedimen yang terus-menerus tanpa berakhir, maka kantong-kantong lahar akan sangat berperanan guna menahan masuknya sedimen yang berlebihan ke dalam alur sungai, khususnya ke dalam alur sungai-sungai di daerah kipas pengendapan. Guna meningkatkan fungsi kantong-kantong lahar biasanya diusahakan supaya kantong senantiasa dalam keadaan kosong, yaitu menggali endapan yang sudah masuk ke dalamnya. Hasil galiannya biasanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, yang kualitasnya cukup baik , Pada gunung berapi yang masih aktif dengan periode letusan yang panjang, diperlukan adanya kantong yang cukup besar, jika perlu dengan membebaskan tanah-tanah yang akan digunakan sebagai kantong secara permanen. Pada saat aliran lahar terhenti dan sambil menunggu periode letusan selanjutnya, kantong dapat dimanfaatkan untuk berbagai usaha pertanian

Tugas VIII PSDA : INFRASTRUKTUR KEAIRAN

Bangunan pengaturan sungai Tanggul Tanggul adalah salah satu bangunan di sepanjang sungai yang betujuan dalam usaha melindungi kehidupan dan...